Mataram NTB - Sebagai negara demokrasi terbesar nomor 3 di dunia, Indonesia tentu akan menghadapi banyak persoalan yang harus dapat diselesaikan secara baik dan profesional, salah satunya merencanakan pelaksanaan Demokrasi yang lebih sederhana.
Pelaksanaan Demokrasi secara sederhana bukan hanya dapat membantu persoalan biaya pelaksanaan yang jauh lebih sedikit tetapi dapat membantu untuk membendung dinamika yang terjadi di tengah masyarakat karena rentang waktu penyelenggaraan Demokrasi yang tidak terlalu lama.
Banyaknya jumlah yang ikut serta bertarung dalam Demokrasi yang diselenggarakan bangsa kita menjadi salah satu alasan kenapa Demokrasi ini tidak bisa dilaksanakan sederhana.
Keterangan ini dikutif wartawan media ini saat Tokoh Nasional Fahri Hamzah hadir dan memberikan Hikmah Halal BI Halal yang diselenggarakan Ikatan Keluarga Samawa (IKS) Mataram di Auditorium Kampus II UIN Mataram, Sabtu (04/05/2024).
Lanjutnya, karena Demokrasi yang berlangsung sangat lama seperti contoh pada pemilu serentak 2024 lalu yang hingga saat ini pemenang pemilu Calon Presiden dan Wakil Presiden belum juga dilantik meski Quick count telah menyuguhkan hasil kemenangan bagi salah satu Calon.
Selama proses demokrasi ini terjadi tentu dinamika dan perbedaan antar satu masyarakat dengan masyarakat terjadi yang tentunya dapat mempengaruhi aktivitas masyarakat sehingga dapat mempengaruhi nilai-nilai kebersamaan.
Baca juga:
Tony Rosyid: SBY Bukan 'Bapak Plin Plan'
|
Maka lanjutnya, Patut kita syukuri Pendiri bangsa Indonesia pada zaman itu melakukan inovasi agar bagaimana merajut kembali tali silaturahmi sehingga masyarakat dapat kembali bersama - sama meneruskan aktivitas dalam rangka pembangunan, maka diadakan acara yang dinamakan Halal BI Halal.
“”Kami berharap lewat halal BI halal IKS Mataram, seluruh keluarga besar warga tana Samawa (Masyarakat Kabupaten Sumbawa) khususnya dapat merajut kembali kebersamaan yang mungkin sempat terputus karena perbedaan pilihan pada demokrasi ataupun ada hal-hal lainnya. Kita harus bersama-sama agar daerah ini dapat maju, ”ucapnya.
Pria Kelahiran Kecamatan Utan, Kabupaten Sumbawa ini juga juga membahas agar bagaimana politik dalam teori yang seharusnya dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi norma agama.
Dikatakan dengan tegas, bahwa baginya Pertarungan dalam Politik itu bukan tentang Salah atau Benar, tetapi tentang Kalah atau Menang.
“Yang harus kita pikirkan dalam sebuah pertarungan adalah bagaimana pertarungan ini bisa kita menangkan. Dalam sebuah pertarungan hanya ada kalah dan menang, oleh karenanya seorang politisi harus mampu menentukan sikap apakah kita akan menyerang lawan ataukah lawan yang akan menyerang kita, karena pilihan itu hanya ada dua yaitu menang dan kalah, ”tegasnya.
Kemudian agar bangsa ini tetap terkontrol maka sebaik-baiknya akademisi dan tokoh agama tidak boleh turun di Medan pertempuran karena mereka yang nantinya diharapkan akan menjadi juri bagi siapapun yang bertarung.
“Saat ini kita sering melihat bahwa baik akademisi maupun tokoh agama turun kelapangan namun tidak kita ketahui apakah sebagai petarung atau sebagai pelaksana peperangan, sehingga tidak jarang petarung dilapangan sering salah sasaran bidikannya, ”beber Fahri.
Ia sangat berharap para Akademisi dan Tokoh Agama tidak turut serta turun langsung sebagai petarung dilapangan karena hal itu tadi, “bahwa Pertarungan dalam politik itu bukan soal Salah dan Benar tetapi Soal Menang dan Kalah”. (Adb)